IBU

Oleh: D. Zawawi Imron

IBU kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir 

IBU kalau aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar 

IBU adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
IBU bila kasihmu ibarat samudera 
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
IBU kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu 
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
   bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.

Kekasih Tak Bisa Menanti

Oleh : Mbah Nun ( Muhammad Ainun Nadjib )

Akhirnya akan sampai di sini
Di amanat Ilahi Rabbi
Orang-orang tak bisa lagi  menanti
Zaman harus segera berganti pagi

Aku tangiskan teririsnya hati
Para kekasih di dusun-dusun sunyi
Terlalu lama mereka didustai
Sampai hanya Tuhan yang menemani

Tuhan
Sudah tak bisa diperpanjang lagi
Kesabaran , ketabahan
Sesudah diremehkan dan dicampakkan

Ya Allah
Wajah-Mu terpancar dari derita mereka
Bukakanlah Ya Allah rahasia-Mu
Sesudah maut yang tak terduga itu
Datanglah kelahiran yang baru

Akhirnya akan sampai di sini
Di arus gelombang yang sejati
Kalau perahu itu adalah tangan-Mu sendiri
Tak satu kekuatan bisa menghalangi